Senin, 10 Desember 2012

Lumut, Jamur dan Lichen


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia memilki keanekaragaman hayati yang cukup banyak, baik flora maupun fauna. Kita boleh berbangga dengan kekayaan tumbuhan yang tidak dimilki negara lain. Akan tetapi lebih kurang 30.000 sampai 40.000 jenis tumbuhan yang tersebar dari Aceh sampai Papua, dari dataran rendah hingga dataran tinggi dari daerah tropik hingga daerah sejuk, jenis-jenis pohon di Indonesia sangat banyak. Oleh Endert, seorang pakar tumbuh-tumbuhan Belanda yang pernah bekerja di Indonesia ditaksir ada kira-kira 4000 jenis pohon dan dari 4000 jenis ini belumlah kita kenal semua baik namanya maupun sifatnya (Suhono, 2012).
Beragamnya makhluk hidup yang ada di bumi ini yang ditunjukkan dengan adanya variasi bentuk, penampilan serta ciri-ciri yang lainnya, maka mendorong diperlukannya suatu cara mengelompokkan makhluk hidup agar mudah dipelajari dan dipahami. Para ilmuwan dari bidang biologi mengembangkan suatu sistem pengelompokkan yang memudahkan untuk memahami, mempelajari, dan mengenali makhluk hidup dengan suatu sistem klasifikasi.Cabang ilmu biologi yang mempelajari suatu makhluk hidup disebut taksonomi atau sistematik.Bergantung pada golongan makhluk hidup yang dijadikan obyek studi, apabila yang merupakan obyek studinya adalah tumbuhan maka istilah yang digunakan adalah Taksonomi atau Sistematik Tumbuhan (Birsyam, 1992).
Salah satu macam pengelompokkan taksonomi ialah taksonomi tumbuhan rendah, yang merupakan ilmu yang mengkaji berbagai jenis tumbuhan berupa thaluus, tidak memilki akar, batang, dan daun sejati.Dalam dunia tumbuhan dikenal berbagai divisi yang termasuk kedalam tumbuhan tingkat rendah diantaranya yaitu Thallophyta (tumbuhan thallus), Bryophyta (tumbuhan lumut), Pteridophyta (tumbuhan paku).
Dalam kesempatan kedua yang diberikan kepada kami sebagai mahasiwa jurusan Biologi UIN Malang yaitu untuk melakukan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan yang berlokasi di Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soeryo Cangar Batu Malang. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan penelitian sekaligus pengenalan langsung habitat dunia tumbuhan tingkat rendah seperti lumut, liken, dan jamur.
Diketahui bahwa telah banyak jenis dari tumbuhan tingkat rendah yang tumbuh di daerah ini.Oleh karena itu diharapkan mahasiwa Jurusan Biologi UIN Malang dapat mengenal lebih dekat serta dapat mengidentifikasi jenis tumbuhan tingkat rendah yang telah ditemukan.Kegiatan ini merupakan salah satu dari jenis dari kegiatan praktikum yang ada dan semoga kegiatan ini dapat dijadikan sebagai batu loncatan untuk memahami praktikum-praktikum selanjutnya.

1.2.Tujuan
Tujuan  dari kegiatan ini adalah studi lapangan keanekaragaman jamur, lumut dan lichen yang berhabitat di Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soeryo Cangar, Batu, Malang.

1.3.Manfaat
Manfaat dari kegiatan ini adalah:
a.       Dapat mengambil beberapa spesies jamur, lumut dan lichen untuk dibuat sebagai herbarium
b.      Dapat dijadikan bahan literatur untuk pembaca






BAB II
METODOLOGI
2.1.Waktu dan Tempat
2.1.1.      Waktu
Praktek Kerja Lapangan ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 2 Desember 2012.

2.1.2.      Tempat
                 Praktek Kerja Lapangan ini dilaksanakan di Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo Cangar, Batu, Malang.

2.2.Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah:
a.       Alat Tulis
b.      Alat dokumentasi                                                        
c.       Amplop                        
             
2.3.Cara Kerja
Langkah-langlah kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Pengambilan Sampel
1. Dicari spesies jamur, lumut dan lichens
2. Diamati dan dideskripsikan
3. Dimasukkan alga yang diperoleh ke dalam amplop sebagai herbarium kering





BAB III
HASIL
3.1.         Jamur
Jamur atau cendawan adalah tumbuhan yang tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat heterotrof.Jamur ada yang uniseluler dan multiseluler.Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa.Hifa dapat membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang dengan cara vegetatif ada juga dengan cara generatif. Jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya untuk memperoleh makanannya.Setelah itu, menyimpannya dalam bentuk glikogen.Jamur merupakan konsumen, maka dari itu jamur bergantung pada substrat yang menyediakan karbohidrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya.Semua zat itu diperoleh dari lingkungannya.Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit (Birsyam, 1992).
Cara hidup jamur lainnya adalah melakukan simbiosis mutualisme. Jamur yang hidup bersimbiosis, selain menyerap makanan dari organisme lain juga menghasilkan zat tertentu yang bermanfaat bagi simbionnya. Simbiosis mutualisme jamur dengan tanaman dapat dilihat pada mikoriza, yaitu jamur yang hidup di akar tanaman kacang-kacangan atau pada liken. Jamur berhabitat pada bermacammacam lingkungan dan berasosiasi dengan banyak organisme.Meskipun kebanyakan hidup di darat, beberapa jamur ada yang hidup di air dan berasosiasi dengan organisme air. Jamur yang hidup di air biasanya bersifat parasit atau saprofit, dan kebanyakan dari kelas Oomycetes (Tjitroseoepomo,2003).
Jamur dibagi menjadi 6 divisi (Birsyam, 1992):
  1. MYXOMYCOTINA (Jamur lendir)
Myxomycotina merupakan jamur yang paling sederhana. Mempunyai 2 fase hidup, yaitu: fase vegetatif (fase lendir) yang dapat bergerak seperti amuba, disebut plasmodium  fase tubuh buah Reproduksi : secara vegetatif dengan spora, yaitu spora kembara yang disebut myxoflagelata. Contoh spesies :Physarum polycephalum (Birsyam, 1992)
  1.  OOMYCOTINA
Tubuhnya terdiri atas benang/hifa tidak bersekat, bercabang-cabang dan mengandung banyak inti. Reproduksi (Birsyam, 1992):
a.       Vegetatif : yang hidup di air dengan zoospora yang hidup di darat dengan sporangium dan konidia.
b.      Generatif : bersatunya gamet jantan dan betina membentukoospora yang selanjutnya tumbuh menjadi individu baru.
Contoh spesies:
a)      Saprolegnia sp. : hidup saprofit pada bangkai ikan, serangga darat maupun serangga air.
b)      Phytophora infestans: penyebab penyakit busuk pada kentang.
  1. ZYGOMYCOTINA
Tubuh multiseluler. Habitat umumnya di darat sebagai saprofit.Hifa tidak bersekat Reproduksi (Birsyam, 1992):
a.       Vegetatif: dengan spora.
b.       Generatif: dengan konyugasi hifa (+) dengan hlifa (-) akan menghasilkan zigospora yang nantinya akan tumbuh menjadi individu baru.
Contoh spesies:
a), Mucor mucedo : biasa hidup di kotoran ternak dan roti.
b). Rhizopus oligosporus : jamur tempe.
  1. ASCOMYCOTINA
Tubuh ada yang uniseluler dan ada yang multi seluler.Ascomycotina, multiseluler, hifanya bersekat dan berinti banyak. Hidupnya: ada yang parasit, saprofit, ada yang bersimbiosis dengan ganggang membentuk Lichenes (Lumut kerak). Reproduksi (Birsyam, 1992):
a.       Vegetatif : pada jamur uniseluler membentuk tunas-tunas,pada yang multiseluler membentuk spora dari konidia.
b.      Generatif: Membentuk askus yang menghasilkan askospora.
Contoh spesies:
a)      Sacharomyces cerevisae:sehari-hari dikenal sebagai ragi.
b)      Neurospora sitophila:jamur oncom.
c)      Peniciliium noJaJum dan Penicillium chrysogenum penghasil antibiotika penisilin.
d)      Penicillium camemberti dan Penicillium roqueforti berguna untuk mengharumkan keju.
e)      Aspergillus oryzae untuk membuat sake dan kecap.
  1. BASIDIOMYCOTINA
Ciri khasnya alat repoduksi generatifnya berupa basidium sebagai badan penghasil spora.Kebanyalcan anggota spesies berukuran makroskopik (Birsyam, 1992).
Contoh spesies:
a)      Volvariella volvacea :jamur merang, dapat dimakan dan sudah dibudidayakan
b)      Auricularia polytricha :jamur kuping, dapat dimakan dan sudah dibudidayakan
  1. DEUTEROMYCOTIN
Nama lainnya Fungi Imperfecti (jamur tidak sempurna) dinamakan demikian karena pada jamur ini belum diketahui dengan pasti cara pembiakan secara generatif. Contoh : Jamur Oncom sebelum diketahui pembiakan generatifnya dinamakan Monilia sitophila tetapi setelah diketahui pembiakan generatifnya yang berupa askus namanya diganti menjadi Neurospora sitophila dimasukkan ke dalam Ascomycotina (Birsyam, 1992).
Banyak penyakit kulit karena jamur (dermatomikosis) disebabkan oleh jamur dari golongan ini, misalnya :Epidermophyton fluocosum penyebab penyakit kaki atlit, Microsporum sp., Trichophyton sp. penyebab penyakit kurap (Birsyam, 1992).

Reproduksi dari jamur dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya (Birsyam, 1992):
1.    Secara vegetatif dilakukan dengan fragmentasi talusnya, pembelahan sel, pembentukan tunas, artrospora, khlamidospora, sklerotium.
2.    secara aseksual dengan pembentukan spora seksual (mitospora), yaitu sporangi-ospora berupa zoospora atau aplanospora dan konidiospora (konidi).
3.    reproduksi seksual dilakukan melalui kontak gametangia, kopulasi gametangia, somatogami, spermatisasi yang kemudian menghasilkan spora seksual, yaitu askospora dan basidiospora.
















3.1.1.      Ganoderma sp.
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur


 (Wolf, 2009)
Keterangan ;
1.      Cap
2.      Stalk
a.         Klasifikasi
Klasifikasi jamur kayu (Ganoderma sp.) menurut Smith (1988) yaitu :
Kingdom         Fungi
                        Division    Basidiomycota
Classis      Agaricomycetes
Ordo        Polyporales
Family     Ganodermataceae
Genus        Ganoderma
Spesies       Ganoderma sp.
b.        Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan pada jenis  jamur yang ditemukan menempel di kulit kayu yang sudah mati atau hampir melapuk dengan ciri-ciri yaitu struktur tubuh jamur keras, memiliki warna mencolok dan menarik, bagian tepi berwarna orange cerah,  bagian tengah berwarna cokelat, setelah itu semakin menengah berwarna cokelat tua. Permukaan tubuh jamur tidak rata sehingga jika diraba teksturnya menjadi kasar.Stipenya menempel pada substrat dan bentuk stipenya lebih kecil dari cap.Dilihat dari beberapa ciri-ciri yang sudah dijelaskan sebelumnya jamur ini tergolong ke dalam divisi Basidiomycota jenis jamur kayu atau dalam bahasa latinnya dikenal dengan namaGanoderma sp.
Nama basidiomycota berasal dari kata basidium, yaitu suatu tahapan diploid dalam daur hidup Basidiomycota yang berbentuk seperti gada.Kelompok jamur ini dikenal karena tubuh buahnya tampak jelas di permukaan tanah atau substrat lainnya.Kelompok jamur ini memilki hifa yang bersekat-sekat.Divisi basidiomycota adalah takson dari Kingdom Fungi yang memproduksi spora dalam bentuk kubus disebut basidium (Tjitrosoepomo, 2003).
Jamur kayu (Ganoderma sp.) disebut juga dengan nama jamur Lingshi yang memilki bentuk seperti kipas, kerak, papan, atau payung. Di dalam famili Polyporaceae, dijumpai jamur dari genus Poria, Polyporus, Fomex, Lenzites, dacdalia, Irpex, dan Ganoderma. Badan buah keras, berkayu, berasa pahit, dan tidak dapat dibuat sebagai bahan makanan, biasanya hanya digunakan sebagai bahan baku obat. Jamur Lingshi hidup pada pohon yang masih hidup, selain yang sudah mati.Sifat jamur adalah kosmopolitan, yaitu menyerang semua jenis pohon berkayu.Penyebaran pertumbuhan sampai daerah tropik dan subtropik (Hendritomo, 2010).
Daging badan buah (pulp) elastis dan berpori.Basidium berbentuk subglobular dengan 4 sterigma, sedangkan basidioporanya berwarna cokelat kekuningan dan berbentuk ovoid.Budidaya jamur Lingshi dapat dilakukan pada ketinggian tempat 400-600 m pal, bahkan pada ketinggian 1000 m pal masih dapat tumbuh dengan baik.Suhu pertumbuhan yang diperlukan adalah 15-28o C dengan kelembapan 80-95% (Hendritomo, 2010).
Basidiomycota adalah jamur multiseluler yang hifanya bersekat.Hifa vegetatif basidiomycota terdapat dalam substratnya (tempat hidupnya).Misal pada kulit kayu, tanah, dan serasah daun.Jalinan hifa generatif ada yang membentuk tubuh buah dan ada yang tidak (Tjitrosoepomo, 2003).
Jamur merupakan organisme eukariota (sel dengan inti sejati) dan digolongkan sebagai cendawan sejati.Dinding sel mengandung khitin senyawa yang banyak terdapat pada kulit dan cangkang udang dan kepiting.Sel jamur tidak berklorofil sehingga tidak dapat berfotosintesis seperti tumbuhan hijau daun.Jamur memperoleh makanan secara heterotrof dengan memecah bahan organik di sekitar tumbuhnya setelah diubah menjadi molekul-molekul lebih sederhana atas bantuan enzim yang dikeluarkan oleh hifa (Campbell, 2004).
Salah satu ciri khas dari subdivisi Basidiomycota yaitu pada siklus hidupnya.Diamana spora haploid tumbuh menjadi kusut kapas dari hypae yang disebut mycelia. Mycelia ini biasanya tumbuh dibawah permukaan sampai mereka bertemu dengan miselium lain. Keduanya bergabung (plasmogami) dan menghasilkan serangkaian binucleate, dikaryotic hypae yang mencapai diatas tanah dan akan membentuk tubuh atau basidioma berubah. Sel-sel tidak dapat membagi basidioma oleh mitosis yang normal karena mereka harus menghasilkan dua sel anakan masing-masing dengan salinan dari kedua orangtua inti.Hal ini dilakukan melalui pembentukan koneksi penjepit (Tjitrosoepomo, 1994).
Dalam proses ini, sebuah bentuk saku menonjol di dinding sel hypal pada suatu titik antara dua inti. Saku ini pada akhirnya akan membentuk penjepit. Kedua inti (a dan b) kemudian bagi mitotically. Pembagaian ini berorientasi sedemikian rupa sehingga suatu inti diposisikan dalam saku dan keduanya penjepit a dn b inti adalah menuju ujung hypa, sementara b inti mengambil posisi posterior. Selanjutnya, dinding sel terbentuk diantara penjepit sel posterior ujung hypha.Ujung sekarang telah lengkap dengan dua inti sel, tetapi sel posterior dan penjepit masing-masing hanya memiliki satu inti.Hal ini memperbaiki ketika kurva penjepit kembali ke hypa dan menyatu dengan sel posterior (Tjitrosoepomo, 1994).
Reproduksi pada jamur kayu (Ganoderma sp.) yang tergolong dalam devisi basidiomycota secara aseksual dengan cara membentuk sporakonidia. Pertemuan dua hifa (+) dan hifa (-), terjadi didalam tanah menjadi tubuh buah (basidiokarp).Perkembangan basidiokarp terjadi di atas permukaann tanah sampai dengan dihasilkannya basidiospora.Pembentukan basidiospora terjadi di dalam basidium yang terletak di permukaan bawah tudung basidiokarp. Basidiomycota bereproduksi secara aseksual dengan permulaan pembentukan spora aseksual Budding yang terjadi ketika suatu perkembangan sel induk dipisahkan menjadi sel baru. Setiap sel dalam organisme dapat kuncup.Pembentukan spora aseksual yang paling sering terjadi di ujung struktur khusus yang disebut konidiospore (Tjitrosoepomo, 2003).
Sedangkan reproduksi seksualnya yaitu dengan cara pembentukan basidiospora pada basidium atau diluar basidium melalui suatu tangkai yang disebut sterigma. Ada bermacam-macam badan buah pembentuk spora pada Basidiomycetes. Dimana tahapan reproduksi seksual pada Basidiomycota ialah (Tjitrosoepomo, 2003) ;
1.    Hifa (+) dan hifa (-) yang berinti haploid (n) berkecambah dari basidospora. Kedua hifa ini saling bersinggungan.
2.    Plasmogami terjadi antara hifa (+) dan hifa (-) sehingga inti salah satu hifa pindah kehifa lainnya membentuk hifa dengan dua inti haploid (n) yang berpasangan (dikariotik).
3.    Hifa haploid dikariotik akan tumbuh menjadi miselium haploid dikariotik.
4.    Miselium dikariotik tumbuh dan membentuk badan buah yang disebut basidiokarp.
5.    Pada ujung-ujung hifa basidokarp terjadi kariogami sehingga membentuk basidium yang berinti diploid (2n)
6.    Inti diploid dalam basidium akan membelah secara meiosis menjadi empat inti yang haploid (n).
7.    Basidium membentuk empat tonjolan yang disebut sterigma pada ujungnya.
8.    Satu inti haploid pada basidium kemudian masuk ke dalam salah satu sterigma dan berkembang menjadi basidiospora.
9.    Jika basidiospora terlepas dari basidium ndan jatuh pada tempat yang sesuai, akan tumbuh menjadi hifa yang haploid (Tjitrosoepomo, 2003).
Julukan Raja Obat Herbal bagi jamur Ling Zhi memang tidak salah.Anggota keluarga jamur Basidio ini memiliki segudang senyawa yang berkhasiat bagi kesehatan manusia, dengan komposisi yang tepat dan lengkap.Banyak penelitian ilmiah dilakukan dan hasilnya menunjukkan khasiat ling zhi bukan mitos, melainkan sesuatu yang teruji secara ilmiah dan klinis (Parjimo dan Susanto, 2008).
Terdapat lebih dari 300 laporan penelitian terhadap kandungan ling zhi.Di dalam jamur ling zhi, terutama pada bagian tubuh (buah) jamur, miselia, dan spora terkandung sekitar 400 senyawa bioaktif yang berbeda.Pada umumnya, senyawa tersebut merupakan senyawa triterpenoid, polisakarida, nukleotida, sterol, steroid, asam lemak, protein/peptide, dan elemen mikro.Semua senyawa ini berkhasiat bagi kesehatan manusia, baik sebagai antioksidan, antibiotic, maupun suplemen (Parjimo dan Susanto, 2008).
Manfaat jamur Lingshi yang lainnya ();
1.    Menjaga dan mempertahankan vitalitas tubuh
2.    Meningkatkan daya tahan tubuh
3.    Memelihara proses metabolisme dalam tubuh
4.    Menurunkan kadar gula dan kolesterol dalam darah
5.    Membersihkan senyawa beracun di dalam tubuh
3.1.2.      Pleurotus sp.
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/9/94/Oyster_mushoom_fells.jpg/250px-Oyster_mushoom_fells.jpg

 (Wolf, 2009)
Keterangan ;
1.      Cap
2.      Stipe

  1. Klasifikasi
                        Klasifikasi jamur tiram (Pleurotus sp.) menurut Smith (1995) yaitu
      Kingdom     Fungi
Division    Basidiomycota
Classis      Agaricomycetes
Ordo         Agaricales
Family     Agaricaeae
                                                                  Genus      Pleurotus
                                                                              Spesies    Pleurotus sp.
  1. Pembahasan
     Berdasarkan hasil pengamatan pada jamur yang ditemukan menempel di kulit kayu yang masih hidup dengan ciri-ciri tubuh jamur ini dibedakan atas bagian cap yang mirip payung dan stipe yang mirip dengan batang.Tekstur yang dimiliki jamur ini kenyal dengan permukaan yang halus.Tubuhnya tersusun atas hifa-hifa yang bersekat disebut miselium.Tubuh jamur pada bagian cap berwarna krem dengan bercak-bercak cokelat dan pada bagian stipe berwarna cokelat muda. Stipenya mempunyai ukuran yang panjang dan capnya mempunyai ukuran yang melebar dan melengkung ke bawah membentuk seperti payung akan tetapi sebagian kecil dari bagian cap pada jamur ini tidak sempurna karena ada bagian yang terpotong. Dilihat dari ciri-ciri yang sudah dijelaskan sebelumnya jamur ini di golongkan ke dalam  jamur dari devisi Basidiomyota jenis jamur tiram yang terkenal akan kelezatannya jika dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Jamur tiram dalam bahasa lain dinamakan Pleurotus sp.
Nama basidiomycota berasal dari kata basidium, yaitu suatu tahapan diploid dalam daur hidup Basidiomycota yang berbentuk seperti gada.Kelompok jamur ini dikenal karena tubuh buahnya tampak jelas di permukaan tanah atau substrat lainnya.Kelompok jamur ini memilki hifa yang bersekat-sekat.Divisi basidiomycota adalah takson dari Kingdom Fungi yang memproduksi spora dalam bentuk kubus disebut basidium (Tjitrosoepomo, 2003).
Jamur tiram (Pleurotus sp.) adalah jamur pangan dari kelompok Basidiomycota dan termasuk kelas Homobasidiomycetes dengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah lingkaran mirip cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung.Tubuh buah jamur tiram memilki tangkai yang tumbuh menyamping.Bagian tudung dari jamur tiram berubah warna dari hitam, abu-abu, coklat, hingga putih dengan permukaan yang hampir licin, diameter 5-20 cm yang bertepi tudung mulus sedikit berlekuk. Selain itu jamur tiram memilki spora berbentuk batang berukuran 8-11 cm serta miselia berwarna putih yang bisa tumbuh dengan cepat ( Parjimo dan Andoko, 2004).
Nama jamur tiram (Pleurotus sp.) diberikan karena bentuk tudung jamur ini agak membulat, lonjong, dan melengkung menyerupai cangkang tiram.Permukaan tudung jamur tiram licin, agak berminyak jika lembab, dan tepiannya bergelombang.Diameternya mencapai 3-15 cm (Parjimo dan Andoko, 2004).
Batang atau tangkai jamur tiram tidak tepat berada di tengah tudung, tetapi agak ke pinggir.Tubuh buahnya memebentuk rumpun yang memiliki banyak percabangan dan menyatu dalam satu media. Jika sudah tua, daging buahnya akan menjadi liat dan keras. Warna jamjur yang sering disebut oystermushroom ini bermacam-macam, ada yang putih, abu-abu, cokelat, dan merah.Di Indonesia jenis paling banyak dibudidayakan adalah jamur titam putih (Parjimo dan Andoko, 2004).
Jamur tiram dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 600 meter dari permukaan laut di lokasi yang memilki kadar air sekitar 60% dan derajat keasaman atau pH 6-7. Jika tempat tumbuhnya terlalu kering atau kadar airnya bisa menyerap sari makanan dengan baik sehingga tumbuh kurus. Sebaliknya, jika kadar air di lokasi tumbuhnya terlalu tinggi, jamur ini akan terserang penyakit busuk akar (Muchroji, 1997).
Secara alami jamur tiram banyak ditemukan tumbuh di batang-batang kayu lunak yang telah lapuk seperti pohon karet, damar, kapuk, atau sengon yang tergeletak di lokasi yang sangat lembab dan terlindung dari cahaya matahari.Pada fase pembentukan miselium, jamur tiram memerlukan suhu 22-28o C dan kelembapan 60-80%. Pada fase pembentukan tubuh buah memerlukan suhu 16-22o C dan kelembapan 80-90% dengan kadar oksigen cukup dan cahaya matahari sekitar 10% (Muchroji, 1997).
Cahaya kurang penting untuk pertumbuhan miselium, bahkan pertumbuhan miselium lebih baik pada kondisi gelap. Namun cahaya sekalipun dalam waktu singkat diperlukan dalam perkembangan primodia, absennya cahaya akan mengurangi besarnya tudung dan intensitas cahaya rendah akan menyebabkan tudung berwarna pucat (Muchroji, 1997).
Pada umunya jamur tiram, Pleurotus sp. Mengalami dua tipe perkembangbiakan dalam siklus hidupnya, yakni secara aseksual maupun seksual.Seperti halnya reproduksi aseksual jamur, reproduksi aseksual basidiomycota secara umum yang terjadi melalui jalur spora yang terbentuk secara endogen pada kantung spora atau sporangiumnya, spora aseksualnya yang disebut konidiospora terbentuk dalam konidium.Sedangkan secara seksual, reproduksinya terjadi melalui penyatuan dua jenis hifa yang bertindak sebagai gamet jantan dan betina membentuk zigot yang kemudian tumbuh menjadi primodia dewasa.Spora seksual pada jamur tiram putih disebut juga basidiospora yang terletak pada kantung basidium (Rahmat dan nurhidayat, 2011).
Awalnya basidiospora bergerminasi membentuk suatu masa miselium monokaryotik, yaitu miselium dengan inti haploid. Miselium terus bertumbuh hingga hifa pada miselium tersebut berfusi dengan hifa lain yang kompatibel sehingga terjadi plasmogami membentuk hifa dikaryotik. Setelah itu apabila kondisi lingkungan memenuhi maka tubuh akan terbentuk (Rahmat dan Nurhidayat, 2011).
Nukleus haploid hasil meiosis kemudian bermigrasi menuju tetrad basidiospora pada basidium.Basidium ini terletak pada bilah atau sekat pada tudung jamur dewasa yang jumlahnya banyak (lamela). Dari spora yang terlepas ini akan berkembang menjadi hifa monokarion. Hifa ini akan mengumpul membentuk cabang hasil pembentukan dari dua nukleus yang dibatasi oleh septum (satu septum satu nukleus). Kemudian hifa monokarion akan mengumpul membentuk jaringan sambung menyambung berwarna putih yang disebut miselium awal dan akhirnya tumbuh menjadi miselium dewasa (kumpulan hifa dikarion). Dalam tingkatan ini, hifa-hifa mengalami tahapan plasmogami, kariogami, dan meiosis hingga membentuk bakal jamur.Nantinya, jamur dewasa ini dapat langsung dipanen atau dipersiapkan kembali menjadi bibit induk (Rahmat dan Nurhidayat, 2011).
Masyarakat sudah lama mengenal jamur tiram sebagai jamur konsumsi yang mempunyai cita rasa lezat. Selain rasanya yang unggul, aspe lain yang cukup membuat jamur ini populer adalah dampak positifnya bagi kesehatan manusia. Berikut beberapa khasiat jamur tiram untuk kesehatan (Rahmat dan Hidayat, 2011) ;
1.    Sebagain antikolesterol, antioksidan, dan antitumor. Pasalnya jamur tiram memilki kandungan gizi yang mengagumkan. Beberapa dintaranya adalah lemak, mineal, serta beragam vitamin dan serat yang sangat penting bagi kesehatan tubuh manusia.
2.    Jamur tiram mengandung sembilan asam amino esensial yang tidak bisa disintesis dalam tubuh, diantaranya fenilalanin, histidin, isoleusin, lisin, leusin, metionin, triptofan, treonin, dan valin.
3.    Kandungan lemak jamur tiram sebagian besar berupa lemak tidak jenuh. Seperti sudah diketahui secara luas bahwa pemicu penumpukan kolesterol dalam tubuh adalah asam lemak jenuh, bukan asam lemak tak jenuh. Dengan demikian, jamur tiram aman dan sangat layak untuk dikonsumsi.












3.1.3.      Crepidotus autochthonus
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur


(Wolf, 2009)
Keterangan ;
1.      Cap
2.      Stipe

  1. Klasifikasi
                                    Klasifikasi jamur supa kuping kelabu (Crepidotus autochthonus) menurutSuhono (2012) yaitu ;
Kingdom     Fungi
                        Division    Basidiomycota
                                    Classis      Agaricomycetes
Ordo         Agaricales
Family     Inocybaceae
                                                                        Genus      Crepidotus
                                                                                    Spesies    Crepidotus autochthonus.
  1. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, ditemukan jamur dengan ciri-ciri tubuh berbentuk seperti ginjal, dengan bagian bawah yang basah dan berlekuk.Apabila dipegang tubuh buah terasa lunak dan kenyal.Jamur ini berwarna coklat pada bagian atas dan bagian bawah berserat dan berwarna putih.Jamur ini ditemukan menempel pada batang pohon yang sudah tumbang, Berdasarkan ciri-ciri diatas, diduga bahwa jamur ini adalah spesies jamur supa kuping kelabu atau Crepidotus autochthonus.
Menurut Herliyana (2007), Crepidotus  spp.  Mempunyai pileus seperti kipas, lonceng, ginjal dan tiram.Permukaan bagian tengah berlekuk, basah-gelatinous, di tengah sedikit berbulu. Warna:  beige-putih keruh,  ocker-abu cokelat. Diameter 1-4 cm. Konsistensi lunak (muda) dan berdaging kenyal, tipis.Pinggiran menggulung ke arah himenium, rata.Lamela melanjut turun ke arah dasar tangkai.Spasi antar lamela dekat + 20-40 lamela/tudung.Warna lamela putih–krem.Anak lamela 3-5. -Tangkai di sisi, sangat pendek, tidak nampak. Warna tangkai krem-putih keruh.  Panjang +0,3 cm, diameter +0,3 cm. Menempel pada substrat dengan rizomorf. Bau tepung.Rasa tidak diketahui.Edibilitas, tidak diketahui edibel.Jejak spora cokelat.
Pileus a deep rich reddish brown  – Sienna, Brick Red or Terra Cotta) slightly fading with age and expansion to Cinnamon Brown (6D6), 20-50 mm broad, convex becoming broadly convex, occasionally broadly umbonate, then plane, eventually uplifted, undulate and incised around the margin with age, moist or dry, becoming appressed fibrillose squamulose with age. Lamellae pale tan (5A2 to 5B3 –  Orange White or Greyish Orange), short decurrent, close to crowded (2-3 tiers of lamellulae), narrow (up to 2 mm), edges concolorous or slightly paler and fimbriate.  Stipe pale creamy white (4A2-3 – Yellowish White or Cream), 1.5-4.0 mm wide at apex, 20-35 mm long, equal, terete, often flexuous, central or very slightly eccentric, glabrous except for white fibrillose-pruinose apex, white mycelioid covering or strigose at base, solid and white context. Odor and Taste not distinctive.  Spore deposit light reddish-brown (Aime, 2001).
                                    Keterangan diatas semakin diperkuat oleh Suhono (2012), Jenis ini memiliki tubuh buah yang pleurotorit tidak bertangkai, dengan daging buah yang umumnya sangat tipis.Cetakan spora berwarna cokelat suram, supa kuping kelabu hidup sebagai jamur saprofit.Jenis jamur ini tumbuh pada kayu atau batang tumbuhan yang telah lapuk dan membusuk.


3.1.4.      Jamur Nasi Sikat (Hericium clathroides)
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur



(Wolf, 2009)
  1. Klasifikasi
Klasifikasi Jamur Nasi Sikat (Hericium clathroides) menurutSuhono (2012) yaitu:
Kingdom     Fungi
Division    Basidiomycota
Classis      Agaricomycetes
Ordo         Russulales
Familie     Hericiaceae
Genus      Hericium
Spesies    Hericium clathroides
  1. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, ditemukan sekelompok jamur berwarna putih yang bergerombol di batang kaya yang sudah mati.Tubuh buahnya mirip segerombolan nasi yang menyebar.Jamur ini memiliki bentuk tubuh buah yang sangat khas.Hal tersebut seseuai dengan pernyataan Suhono (2012), jamur ini mempunyai tubuh buah berstruktur mirip pedelia yang berbentuk mirip rambut atau duri lembut tapi tebal.Selain itu, tubuh buah terkadang berupa pedelia berjumlah banyak atau rapat.Spesies ini tumbuh di pohon dan tanah.Penyebarannya meliputi Asia, Eropa, dan Amerika.
   Morfologinya khas, berupa serat tebal dengan warna putih, putih kemerahan atau putih kotor.Lebar jamur ini 8-20 cm dengan tinggi 30 cm, lebih tepat bukan tinggi melainkan panjang untaian.Jamur ini umum ditemukan menggantung pada batang-batang pohon.Spora muncul pada lapisan luar.Spora berbentuk membulat atau lonjong.Permukaan spora licin atau berbintil.Jamur nasi sikat dapat mencapai berat beberapa kilogram (Suhono, 2012).
Ecology of this mashroom Saprobic and possibly parasitic; growing alone or gregariously; typically fruiting from fallen hardwoods branches and stumps, but very rarely reported from the wounds of living hardwoods (perhaps as a result of misidentification); late summer and fall (also winter and spring in warmer climates); widely distributed and common. Fruiting Body: 8-35 cm across; consisting of branches that arise from a more or less central core; with spines averaging about 1 cm long that hang in rows along the branches; white, or in age discoloring brownish to yellowish. Flesh: White; not changing when sliced. Spore Print: White. Microscopic Features: Spores 3-5 x 3-4 µ; round or nearly so; amyloid; smooth or minutely rough (Kuo, 2003).
Jamur ini dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan bahan obat tradisional.Sudah lama masyarakat Jepang dan China memanfaatkan spesies ini sebagai makanan dan obat.Jamur ini merupakan jamur yang bercita rasa enak.Masyarakat suda lama membudidayakan jamur ini, terutama di China, Jepang dan Amerika.Jamur nasi sikat diproses menjadi berbentuk kapsul, dan digunakan sebagai obat antitumor, anti cacing dan antikanker (Suhono, 2012).
Para ahli mengemukakan, jamur Hericium kaya polisakarida dan polipeptida, zat tersebut memiliki efek penghambatan kuat pada sel-sel kanker payudara, tetapi juga akan menghasilkan interferon. Oleh karena itu, makan jamur Hericium ini dapat meningkatkan sel darah putih pada pasien kanker payudara, meningkatkan imunitas, berperan hingga pencegahan dan pengobatan kanker payudara (Guangzhou, 2012).
3.1.5.      Cantharellus lateritius
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur


Cantherellus lateritius  3

(Wolf, 2009)
Keterangan ;
1.      Cap
2.      Stalk

  1. Klasifikasi
Klasifikasi spesies ini menurutSuhono (2012) yaitu:
Kingdom     Fungi
Division    Basidiomycota
Classis      Agaricomycetes
Order         Cantharellales
Familie     Cantharellaceae
Genus      Cantharellus
Species    Cantharellus lateritius
  1. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, ditemukan spesies jamur dengan ciri-ciri datar dengan tepi bergelombang, berwarna terang oranye-kuning.Spesies ini memiliki tubuh buah yang lunak dan kenyal. Mempunyai bagian tubuh merupa cap, pileus, stipe. Berdasarkan ciri-ciri diatas diduga spesies ini adalah jenis Cantharellus lateritius.
The caps of the C. lateritius fruit bodies typically range between 2 to 9 cm (0.8 to 3.5 in) in diameter, with a flattened to somewhat funnel-shaped top surface and a wavy margin. The cap surface is dry, slightly tomentose (covered with a layer of fine hairs), and a deep and bright orange-yellow color, with older specimens fading to more yellow in age; the extreme margins of the cap are a paler yellow, and typically curve downward in young specimens.Fruit bodies can reach a height of 12 cm (4.7 in).The hymenophore (the spore-bearing surface) is initially smooth and without wrinkles, but gradually develops channels or ridges, and what appear to be very shallow gills that are vein-like, and less than 1 mm wide. The color is pale yellow, and is continuous with the surface of the stem. The stem is rather plump and stout, 1.5 to 4.5 cm (0.6 to 1.8 in) long and 0.5 to 1.7 cm (0.2 to 0.7 in) thick, more or less cylindrical, tapering downwards towards the base. Internally, the stems are either stuffed (filled with cotton-like mycelia) or solid. Rarely, fruit bodies may be clumped together with stems joined at the base; in these cases there are usually no more than three fused stems.The flesh is solid to partly hollow (sometimes due to insect larvae), with a pale yellow color; it is 0.5 to 0.9 cm (0.2 to 0.4 in) thick (RH., 1979).
The spores are smooth, with a roughly ellipsoid shape, and have typical dimensions of 7–7.5 by 4.5–5 µm. In deposit, such as in a spore print, the spores are light yellow orange,while under the microscope they are a very pale yellowish. The spore bearing cells—the basidia—are 75–80 by 7–9 µm, 4-5-6-spored, slightly club-shaped, and with a distinctly thickened wall at the base. Clamp connections (short branches connecting one cell to the previous cell to allow passage of the products of nuclear division) are present in the hyphae of all parts of the fruit body (RH., 1979).
Spesies ini ditemukan menempel pada pohon dan berada pada tempat yang teduh dibawah dedaunan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan (Kuo, 2003), Typically found growing solitary, in groups or in clusters under hardwood trees, the fungus produces fruit bodies in the summer and autumn. In Asia, it is found growing on the soil in forests, mostly under species of Shorea (rainforest trees in the family Dipterocarpaceae).
Like all species in the genus Cantharellus, C. lateritius is edible, and considered choice by some.The odor resembles apricots, and the taste is mild, or "moderately to faintly acrid". In the opinion of McFarland and Mueller, authors of a field guide to edible fungi of Illinois, compared to the well-known C. cibarius, C. lateritius is "in general ... somewhat disappointing when compared with their delicious relatives” (Dhancholia S, Bhatt JC, Pant SK, 1991)
In a 1998 study, the carotenoid composition of this species was compared to several other Cantharellus species, including C. cibarus, C. cibarius var. amythysteus, and C. tabernensis. The carotenoid content between species was "virtually identical", comprising γ-carotene, α-carotene, and β-carotene. The only significant difference was that C. lateritius contained a significant quantity of an unidentified carotene that was thought to be a breakdown product of β-carotene (Mui D, Feibelman T, Bennett JW., 1998).















3.1.6.      Coprinus plicatilis
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur



(Wolf, 2009)
Keterangan ;
1.      Cap
2.      Stalk

  1. Klasifikasi
Klasifikasi menurutCoprinus plicatilis Kuo (2003) yaitu:
Kingdom     Fungi
Division    Basidiomycota
Classis      Agaricomycetes
Order         Agaricales
Familie     Coprinaceae
Genus      Coprinus
Species    Coprinus plicatilis
  1. Pembahasan
Pada penelitian kali ini, ditemukan spesies jamur berwarna putih dengan stipe tipis. Cap tipis dan berlekuk-lekuk menyerupai kipas dan berwarna putih. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kuo (2003), Pileus,  Cap 1-3 cm broad, narrowly ovoid, becoming conic, expanding to broadly convex or plane, the disc sometimes slightly depressed; surface smooth, translucent-plicate or ribbed, yellow-brown at disc fading towards the margin, becoming grayish overall in age except at the center; flesh very thin, fragile; odor and taste indistinct. Gills free, subdistant, narrow, pallid, then gray, finally blackish, not deliquescing. Stipe 2.5-6.5 cm long, 1-2 mm thick, equal, round, thin, fragile, hollow; surface smooth, pallid; partial veil absent. Spores 9.5-12 x 6-8.5 µm, elliptical, smooth with an apical pore; spore print black.
Morphologically, Parasola plicatilis is very small (maxing out at 35 mm across when mature) and its cap is reminiscent of a tiny little umbrella. It has no universal veil, which means it lacks the dust-like or granulated coating of similar species in Coprinopsis and Coprinellus--but tiny, veil-covered species often look to the naked eye as though they have lost all traces of veil material by the time they are mature, so a microscope should be used to confirm the absence of veil remnants. The spores of Parasola plicatilis are its most distinctive feature: they are fat, angular, large (measuring about 10-13 x 8-11 µ), and feature an eccentric pore (Kuo, 2003).
Spesies ini ditemukan menempel di tanah yang lembab, diantara dedaunan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kuo (2003), the habitat is solitary to scattered in grassy areas, disturbed ground or well-decayed wood chips; fruiting all months of the year when moisture is available.













3.2.         Lichen
Lichenes adalah organisme yang merupakan asosiasi dari Fungus dan alga, huhungan antara kedua organisme tersebut adalah sedemikian rupa hingga membentuk suatu talus tunggal.Komponen fungi disebut mikobion dan komponen alga disebut fikobion.Mikobionnya sebagian besar adalah Ascomycetes hanya beberapa saja yang Basidiomytes atau Deutromycetes. Sebagian besar Lichenes yang askomisetik funginya adalah dari golongan Discomycetes: Mikobion tidak pernah dari Hemiasomycetidae, Plectomycetidae atau Laboulbeniomycetidae. Fikobion umumnya dari Chlorophyceae yang bersel tunggal atau dari Cyanophyceae.(Suhono, 2012).
Perkembangbiakan lichenes melalui tiga cara, yaitu (Yurnaliza, 2002):
a)             Secara Vegetatif
ü Fragmentasi
Fragmentasi adalah perkembangbiakan dengan memisahkan bagian tubuh yang telah tua dari induknya dan kemudian berkembang menjadi individu baru.Bagian-bagian tubuh yang dipisahkan tersebut dinamakan fragmen.Pada beberapa fruticose lichenes, bagian tubuh yang lepas tadi, dibawa oleh angin ke batang kayu dan berkembang tumbuhan lichenes yang baru. Reproduksi vegetatif dengan cara ini merupakan cara yang paling produktif untuk peningkatan jumlah individu.
ü Isidia
Kadang-kadang isidia lepas dari thallus induknya yang masing-masing mempunyai simbion. Isidium akan tumbuh menjadi individu baru jika kondisinya sesuai.
ü Soredia
Soredia adalah kelompok kecil sel-sel ganggang yang sedang membelah dan diselubungi benag-benang miselium menjadi suatu badan yang dapat terlepas dari induknya. Dengan robeknya dinding thallus, soredium tersebar seperti abu yang tertiup angin dan akan tumbuh lichenes baru. Lichenes yang baru memiliki karakteristik yang sama dengan induknya.

b)             Secara Aseksual
Spora yang aseksual disebut pycnidiospores.Pycnidiospores itu ukurannya kecil, spora yang tidak motil, yang diproduksi dalam jumlah yang besar disebut pygnidia.Pygnidia ditemukan pada permukaan atas dari thallus yang mempunyai suatu celah kecil yang terbuka yang disebut Ostiole.Dinding dari pycnidium terdiri dari hifa yang subur dimana jamur pygnidiospore berada pada ujungnya.Tiap pycnidiospore menghasilkan satu hifa jamur.Jika bertemu dengan alga yang sesuai terjadi perkembangan menjadi lichenes yang baru.
c)             Secara Seksual
Perkembangan seksual pada lichenes hanya terbatas pada pembiakan jamurnya saja.Jadi yang mengalami perkembangan secara seksual adalah kelompok jamur yang membangun tubuh lichenes.
Berdasarkan bentuknya lichenes dibedakan atas empat bentuk (Yurnaliza, 2002) :
c.         Crustose
Lichenes yang memiliki thallus yang berukuran kecil, datar, tipis dan selalu melekat ke permukaan batu, kulit pohon atau di tanah. Jenis ini susah untuk mencabutnya tanpa merusak substratnya. Contoh :Graphis scipta, Haematomma puniceum, Acarospora atau  Pleopsidium
d.        Foliose
Lichen foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun oleh lobus-lobus. Lichen ini relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar.Bagian permukaan atas dan bawah berbeda.Lichenes ini melekat pada batu, ranting dengan rhizines.Rhizines ini juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan.Contoh : Xantoria, Physcia, Peltigera, Parmelia  dll.
e.         Frukticose
Thallusnya berupa semak dan memiliki banyak cabang dengan bentuk seperti pita.Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan atau cabang pohon.Tidak terdapat perbedaan antara permukaan atas dan bawah.Contoh : Usnea, Ramalina dan Cladonia.
3.2.1.      Liken  Jenggot (Usnea barbata)
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur


(Wolf, 2009)
  1. Klasifikasi
Klasifikasi Liken Jenggot (Usnea barbata)menurutSuhono (2012) yaitu:
Kingdom   Fungi
Phylum     Ascomycota
Ordo         Lecanorales
Class          Parmaliaceae
Genus          Usnea
Species          Usnea barbata
  1. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada spesies ini berwarna putih kehijauan.Berada menggelantung pada batang pohon, sehingga bentuknya menyerupai jenggot.Berdasarkan ciri-ciri tersebut, diduga bahwa spesies ini adalah lichen jenis fruktikose dari jenis Usnea barbata.
Kata latinbarbata berarti jenggot. Tubuh buah jamur askomicetes ini berbentuk mirip jenggot, karenanya disebut liken jenggot. Penduduk local kerap mengenalnya sebagai kayu angin.Faktanya, ini bukan kayu melainkan jamur.Sebenarnya jamur ini tumbuh secara koloni dengan tubuh berbentuk fruktikosa yang berupa batang bercabang dengan warna hijau tua atau hijau muda.Warna hijau ini berasal dari alga hijau yang menjadi siombionnya. Ketika alga hijau tumbuh kurang subur, warna tubuh buah liken ini menjadi agak kelabu (Suhono, 2012).
Di Indonesia liken jenggot banyak tumbuh di daerah pegunungan pada ketinggian di atas 1000 m. Umumnya jamur ini tumbuh pada batang tanaman, hidup secara epifit (Suhono, 2012).
Perkembangbiakan dapat dilakukan secara seksual dan aseksual.Secara seksual dilakukan dengan apothecia yang tumbuh pada ujung tubuh buah.Di dalam apothecia terdapat askuspora yang berisi spora.Perkembangbiakan secara aseksual dilakukan dengan pemotongan atau pemutusan bagian tubuh buah yang terpisah.Tubuh buah ini kemudian tumbuh menjadi individu baru dan mengeluarkan banyak tubuh buah baru berupa batang-batang kecil bercabang (Suhono, 2012).
Secara tradisional, jenis liken ini dimanfaatkan sebagai paduan obat, antara lain untuk mengobati diare, disentri dan pegel linu. Liken ini juga digunakan sebagai anti biotic dan anti jamur pada luka dan pembengkakan, serta mengatasi infeksi paru-paru dan TBC (Suhono, 2012).
Liken jenggot juga dapat dimanfaatkan untuk mengobati ikan yang terserang jamur di akuarium, yaitu dengan merendam liken ini di dalamnya. Pada liken jenggot terdapat asam usnik (C18H16O7) dalam kosentrasi tinggi, juga vitamin C. Dari liken ini telah dibuat obat dengan nama Lipokenetix, digunakan untuk meningkatkan metabolisme dan menjaga kestabilan tubuh (Suhono, 2012).







3.2.2.      Parmelia sp. (Liken Kerut)
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur

Keterangan:
  1. Thalus
  2. Rhizines

(Wolf, 2009)

  1. Klasifikasi
Klasifikasi Liken Parmelia sp.menurutSuhono (2012) yaitu:
Kingdom         : Plantae
Divisio             : Lichenes
Classis             : Ascolichenes
Ordo                : Lecanorales
Familia            : Parmeliaceae
                                                Genus              : Parmelia       
Species            : Parmelia sp.
  1. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada spesies ini, spesies ini berwarna pucat abu-abu, bentuk tubuhnya tumpang tindih cabang dan lobus, menempel pada ranting. Thallus: Foliose, yang terdiri dari datar, cabang-cabang yang tumpang tindih yang erat melekat pada kulit; cabang 2-5 mm lebar, tubuhnya ditutupi dengan rhizines kehitaman yang lebih rendah di seluruh sisi.
Lumut kerak ini termasuk dalam kelas Ascolichenes.Lumut kerak ini merupakan simbiosis antara Chlorophyceae (alga hijau) dengan Ascomycetes.Habitatnya biasanya terdapat pada pepohonan atau bebatuan.Lumut kerak ini tipe tubuh buahnya adalah apothecium yang terlatak di tepi thallusnya.Untuk Parmelia jenis ini bgian tengahnya berwarna hijau keputihan lalu agak ke pinggir lagi berwarna hijau kebiruan dan yang paling pinggir berwarna abu-abu.Bentuknya hampir bulat, dan thallusnya berupa foliose (Birsyam, 1992).
            Struktur morfologi dalam diwakili oleh jenis  foliose,  karena jenis ini mempunyai empat bagian tubuh yang dapat diamati secara jelas yaitu (Suhono, 2012) :
- Korteks atas, berupa jalinan yang padat disebut pseudoparenchyma  dari hifa jamurnya. Sel ini saling mengisi dengan material yang berupa gelatin.Bagian ini tebal dan berguna untuk perlindungan.
-Daerah alga, merupakan lapisan biru atau biru hijau yang terletak di bawah korteks atas. Bagian ini terdiri dari jalinan hifa yang longgar. Diantara hifa-hifa itu terdapat sel-sel hijau, yaitu  Gleocapsa, Nostoc, Rivularia dan  Chrorella.  Lapisan thallus untuk tempat fotosintesa disebut lapisan gonidial sebagai organ reproduksi.
- Medulla, terdiri dari lapisan hifa yang berjalinan membentuk suatu bagian tengah yang luas dan longgar. Hifa jamur pada bagian ini tersebar ke segala arah dan biasanya mempunyai dinding yang tebal.Hifa pada bagian yang lebih dalam lagi tersebar di sepanjang sumbu yang tebal pada bagian atas dan tipis pada bagian ujungnya.Dengan demikian lapisan tadi membentuk suatu untaian hubungan antara dua pembuluh.
- Korteks bawah, lapisan ini terdiri dari struktur hifa yang sangat padat dan membentang secara vertikal terhadap permukaan thallus atau sejajar dengan kulit bagian luar. Korteks bawah ini sering berupa sebuah akar (rhizines).Ada beberapa jenis lichenes tidak mempunyai korteks bawah.Dan bagian ini digantikan oleh lembaran tipis yang terdiri dari hypothallus yang fungsinya sebagai proteksi.
Reproduksi dari Parmelia sp yaitu secara seksual dan aseksual. Secara aseksual dengan cara fragmentasi, isidia dan soredia. Sedangkan secara seksual yaitu dengan cara spora yang dihasilkan oleh askokarp (Yurnaliza, 2002).
            Peranan dari Parmelia sp yaitu dari hasil ekstraksi Everina, Parmelina dan Ramalina diperoleh minyak.Beberapa diantaranya digunakan untuk sabun mandi atau parfum.Di Mesir digunakan sebagai salah satu campuran bahan pembungkus mummi dan campuran pembuatan pipa cangklong untuk merokok, khususnya Parmelia audina yang mengandung asam lecanoric (Suhono, 2012).





















3.2.3.      Graphis sp
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur

Keterangan:
1)      Thalus
2)      Rhizines

http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTviEKmgA8-a-EanbiY7awJyjEDGc-Z3xJ4kyPenfP0sB9MkLIee6SWuw
(Wolf, 2009)

  1. Klasifikasi
Klasifikasi Liken Grapis sp.menurutSuhono (2012) yaitu:
Kingdom         Plantae
Divisio             Lichenes
Classis             Piscolichenes
Ordo                Piscolichales
Familia            Graphidaceae
                                                Genus              Graphis           
Species            Graphis sp.
  1. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, ditemukan suatu spesies lichen dengan ciri-ciri, diantaranya: berwarna hijau kecoklatan dan berbentuk seperti kerak, berdasarkan ciri-ciri tersebut lichen ini digolongkan dalam tipe crustose. Lichen ini ditemukan menempel pada batang pohon. Spesies ini diduga jenis Grapis sp.
Graphis sp  berwarna hijau dengan habitat biasanya melekat pada pohon atau batang kayu yang sudah mati. Pada bagian anatomi tampak dua lapisan, yaitu lapisan alga dan lapisan jamur. Lichen ini memiliki thallus tipe crustose yang tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan dan disebut endoploidik atau endoplodal. Thallus berukuran kecil, datar, sangat tipis, dan selalu melekat pada substrat (Suhono, 2012).
Reproduksi pada Graphis sp. melalui dua cara, yaitu secara aseksual dan secara seksual. Secara aseksual dengan menggunakan fragmentasi, isidia, dan soredia.Soredia, terdapat pada bagian medulla yang keluar melalui celah kulit. Diameternya sekitar 25 – 100 mµ , sehingga soredia dapat dengan mudah diterbangkan angin dan akan tumbuh pada kondisi yang sesuai menjadi tumbuhan licenes yang baru. Jadi pembiakan berlangsung dengan perantaraan soredia.Soredia itu sendiri merupakan kelompok kecil sel-sel gangang yang sedang membelah dan diselubungi benang-benang miselium menjadi satu badan yang dapat terlepas dari induknya.Soredia ini terdapat di dalam soralum.Isidia berbentuk silinder, bercabang seperti jari tangan dan terdapat pada kulit luar. Diamaternya 0,01 – 0,03 mµ dan tingginya antara 0,5 – 3 mµ. Berdasarkan kemampuannya bergabung dengan thallus, maka dalam media perkembangbiakan, isidia akan menambah luas permukaan luarnya. Sebanyak 25 – 30 % dari spesies foliose dan fructicose mempunyai isidia. Proses pembentukan isidia belum diketahui, tetapi dianggap sebagai  faktor genetika.Sedangkan secara seksual dengan spora yang dihasilkan oleh askokarp dan basidiokarp (Birsyam, 1992).   
Lichen jenis Graphis sp. belum diketahui secara jelas peranannya dalam kehidupan manusia, dikarenakan lichen jenis ini berbentuk seperti kerak. Sehingga belum bisa dimanfaatkan secara maksimal dalam kehidupan sehari-hari baik manusia, hewan ataupun tumbuhan sendiri yang digunakan sebagai substratnya (Yurnaliza, 2002).







3.3.         Lumut
Tumbuhan  lumut  merupakan  tumbuhan  tingkat  rendah  yang  termasuk kedalam divisi  bryophyta, termasuk tumbuhan darat sejati. Pada umumnya  lumut menyukai tempat-tempat yang basah dan lembab di dataran rendah sampai dataran tinggi.  Tumbuhan  ini  sering  disebut  sebagai  tumbuhan  perintis,  karena  lumut dapat tumbuh  dengan  berbagai  kondisi  pertumbuhan  di  tempat tumbuhan  tingkat tinggi  tidak  bisa  tumbuh.  Secara  ekologi  lumut  memiliki  peranan  yang  sangat penting dalam menciptakan habitat primer dan sekunder setelah adanya kerusakan lingkungan. Tumbuhan  lumut merupakan tumbuhan pertama  yang tumbuh ketika awal suksesi pada lahan yang rusak, atau daerah dengan hara yang miskin. Setelah area  ditumbuhi  lumut,  area  tersebut  akan  menjadi  media  yang  cocok  untuk perkecambahan dan pertumbuhan tumbuhan lainnya (Birsyam, 1992).
   Tumbuhan  lumut  memiliki  bentuk-bentuk  unik  yang  bisa  menjadi pembeda  satu  dengan  lainnya.  Beberapa  struktur  yang  ada  pada  lumut  tidak dimiliki  oleh  tumbuhan  lain,  begitu  pula  sebaliknya.  Lumut  termasuk  kelompok tumbuhan  dengan  ketidakadaan  jaringan  vaskular.  Meskipun  beberapa  jenis memiliki  batang,  tetapi  tumbuhan  ini  tidak  memiliki  susunan  jaringan  pembuluh seperti  pada  tumbuhan  tingkat  tinggi.  Beberapa  lumut  ada  yang  memiliki  daun dan  sebagian  tidak,  tetapi  hanya  berupa  hamparan  tubuh  yang  disebut  talus. Struktur talus yang seperti ini tidak dijumpai pada tumbuhan tingkat tinggi (Smith 2004).
Smith  (2004)  menyatakan  bahwa  ciri  khas  yang  dimiliki  lumut  adalah sistem  reproduksinya.  Pada  tumbuhan  lumut  terdapat  gametangia  (alat-alat kelamin)  yaitu  alat  kelamin  jantan  disebut  anteridium  yang  menghasilkan spermatozoid  dan  alat  kelamin  betina  disebut  arkegonium  yang  menghasilkan ovum. Tumbuhan ini memiliki generasi gametofit yang dominan, sedangkan pada tumbuhan  tingkat  tinggi  generasi  gametofitnya  tereduksi.  Generasi  ini  memiliki organ seks (antheridia dan arkegonia) dan gamet (sperma dan sel telur). Generasi sporofit  yang  menghasilkan  spora  tidak  dapat  hidup  sendiri  sehingga  tetap melekat  pada  gametofit.  Suplai  air  dan  nutrisi  bagi  sporofit  sangat  bergantung pada  gametofit,  sehingga  tumbuhan  ini  memiliki  siklus  hidup  yang  berbeda dengan tumbuhan tingkat tinggi.
Akar  pada  lumut  sebenarnya  tidak  ada,  tumbuhan  ini  melekat  dengan perantaraan  rhizoid  (akar  semu),  oleh  karena  itu  tumbuhan  lumut  merupakan bentuk  peralihan  antara  tumbuhan  ber-talus  (talofita)  dengan  tumbuhan  ber-kormus  (kormofita).  Daun,  batang  atau  talusnya  memiliki  pori  yang  bisa mengalirkan  air,  gas  dan  nutrisi  ke  sel-sel  untuk  langsung  dipergunakan.  Pada beberapa  jenis  terdapat  modifikasi  struktur  daun  yang  berfungsi  untuk memperluas  area  penyerapan  air  atau  nutrisi.  Lumut  merupakan  rumah  bagi invertebrata yang memiliki peran yang penting dalam menjaga porositas tanah dan mengatur  kelembaban  ekosistem,  karena  kemampuannya  dalam  menahan  dan menyerap  air.  Para  ahli  sudah  mulai  banyak  meneliti  komposisi  zat  yang dikandung lumut, beberapa di antaranya mengandung senyawa antibiotik, dan zat lain yang memiliki khasiat obat (Birsyam, 1992).
Seperti  kelompok  tumbuhan  lainnya,  lumut  memiliki  klorofil  sehingga umumnya  memiliki  warna  hijau  dan  sifatnya  autotrof.  Tulang  daun  biasanya  ada pada  kelompok  lumut  sejati  (musci),  satu  sampai  dua  tulang  daun.  Struktur stomata  seperti  pada  tumbuhan  tingkat  tinggi  umumnya  tidak  ada,  tetapi  lumut memiliki  pori  yang  fungsinya  hampir  sama  seperti  stomata.  Perbedaannya  pori selalu  berada  dalam  keadaan  terbuka  dan  tidak  bisa  menutup  atau  membuka seperti pada stomata (Smith 2004).
Menurut  Birsyam (1992),  klasifikasi  bryophyta  terdiri  atas tiga  kelas  yaitu  Anthocerotae/Anthocerotopsida  (Lumut  tanduk),  Hepaticae/ Hepaticopsida  (Lumut  hati)  dan  Musci/Bryopsida  (Lumut  sejati).  Lumut  hati memiliki  anggota  sekitar  5000  jenis.  Struktur  tubuhnya  terdiri  dari  2  macam bentuk, yaitu lumut dengan struktur yang memiliki daun dan yang hanya memiliki talus.  Kelompok  yang  memiliki  daun  disebut  lumut  hati  berdaun,  sedangkan lumut  dengan  struktur  talus  disebut  lumut  hati  bertalus.  Lumut  ini  umumnya tumbuh  secara  epifit,  bisa  tegak  ke  atas,  menjuntai  ke  bawah,  menempel  atau merayap di permukaan substrat (Birsyam, 1992).





























3.3.1        Lumut Hati (Marchantia sp.)
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur


images23.jpg

(Wolf, 2009)

  1. Klasifikasi
Klasifikasi Lumut Hati  (Marchantia sp.)menurutSulisetjono (2012)yaitu:
Kingdom: Plantae
            Divisi   : Bryophyta
                        Class    : Hepaticopsida
                                    Ordo    : Marchantiales
                                                Family : Marchantiaceae
                                                            Genus  : Marchantia
                                                                        Species:Marchantia sp
  1. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan , didapatkan hasil bahwasanya pada Marchantia sp ini ditemukan adanya arkegonium dan anteridium. Bentuk dari arkegonium sendiri berbentuk seperti payung dengan toreh yang dalam, sedangkan pada anteridium memiliki bentuk seperti bunga dengan toreh yang tidak menggantung.Masing-masing memilki reseptakel (lobus) dan penyangga yang disebut dengan arkegoniofor dan anteridiofor.
Menurut Sulisetjono (2012), jika talus telah dewasa pada bidang dorsal tumbuh gametangiofor ( struktur pembawa alat kelamin ) yanng berbentuk seperti payung, Arkegoniofor ( pembawa arkegonium) dan Anteridiofor ( pembawa anteridium ) tumbuh pada talus yang berbeda , sehingga ada talus jantan dan talus betina ( heterotalik atau dioeccius).
Reseptakel arkegonium memiliki lekuklobus yang tidak dalam sehingga sulit dibedakan dari reseptakel jantan , jumlah lobus 8. Pada waktu reseptakel masih muda , arkegonium  tumbuh pada permukaan atas reseptakel dengan posisi ke atas dan dalam susunan akropetal. Pada tahap ini arkegoniofor belum ada atau masih sangat kecil sehingga reseptakel nampak tertanam pada talus.Setelah anteridium yang terbentuk paling awal (sulung) mencapai kematangan dan mengalami fertiliasi, barulah arkegoniofor mulai tumbuh memanjang.Sementara itu mulai terjadi pertumbuhan yang cepa pada bagian tengah pertmukaan atas reseptakel. Akibatnya secara bertahap mendesak titik tumbuh , sehingga akhirnya posisi arkegonium beralih kepermukaan bawah. Arkegonium yang paling muda terletak bersebelahan dengan tangkai atau arkegoniofor (Sulisetjono,2012).
Perubahan posisi arkegonium dibarengi dengan berkembangnya perrichaetium ayau involucre yaitu suatu struktur berbentuk pipih , tersusun dari selapis sel yang tumbuh di kiri kanan arkegonium (sebagai pembatas arkegonium). Sementara itu pada permukaan atas ujung reseptakel (lobus) berkembang penjuluran panjang yang tersusun dari sel-sel berkloroplas , struktur ini disebut rays , tumbuh di antara deretan arkegonium , jumlahnya biasanya 9. Pada reseptakel yang sudah tua , penjuluran rays cukup panjang sehingga reseptakel betina nampak seperti bintang (sulisetjono,2012).
Hasil pengamatan juga menujukkan bahwasanya pada Marchantia sp ini memiliki serabut seperti akar yang digunakan untuk menempel pada suatu substrat yang disebut dengan rhizoid, bentuk seperti batang yang disebut dengan kauloida dan bentuk seperti daun yang disebut dengan filoida.Bagian filoida ini memiliki bentuk seperti lembaran-lembaran yang memiliki bentukan mangkuk yang disebut dengan gemmae. Gemmae ini digunakan dalam proses reproduksi aseksual.
Lumut hati berbentuk lembaran-lembaran dengan daun berwarna hijau dan bagian tepinya berlekuk seperti cuping.Lumut hati tumbuh menggerombol dan tinggi hanya beberapa sentimeter.Rhizoid yang berada pada permukaan bawah daun berfungsi untuk mengumpulkan zat hara dari dalam tanah (Hambali, 2010).
 Menurut Sulisetjono (2012), permukaan dorsal talus tersusun atas ruang-ruang udara atau aerolae yang berbentuk trapesium. Setiap aerolae memiliki beberapa pori (lubang udara) di permukaan atas yang terlihat seperti titik-titik kecil. Fungsi pori-pori udara sebagai jalan atau lubang aerasi talus dengan penguapan seminimal mungkin. Selain itu, di permukaan dorsal , tepatnya dibagian rusuk sering ditemukan kupula atau mangkuk tempat tumbuh gemmae (tunas).
Pada bagian ventral muncul banyak sekali rhizoid yang merupakan perpanjangan sel epidermis bawah.Ada dua macam rhizoid yaitu rhizoid berdinding halus dan rhizoid bersekat tidak sempurna. Yang pertama selnya lebih lebar dan dindingnya tipis ,sedangkan yang kedua selnya sempit dan dindingnya tebal. Rhizoid tidak berwarna atau terlihat bening. Fungsi rhizoid adalah sebagai alat untuk menempel atau melekat pada substrat dan juga untuk menyerap air dan larutan garam (sulisetjono,2012).
Selain rhizoid pada bidang ventral juga tumbuh sisik , berbentuk pipih dan terbentuk dari banyak sel , warnanya ungu dan biasanya tersusun dalam dua sampai empat deret pada kedua sisi rusuk. Fungsi sisik untuk menjaga kelembapan lingkungan di sekitar talus dengan cara menyerap air (Sulisetjono,2012).
Marchantia sp tumbuh menempel di atas permukaan tanah , pohon atau tebing yang lembab. Marchantia sp tidak memiliki batang dan daun.Marchantia sp bereproduksi secara vegetatif dengan membentuk kuncup.Dari kuncup inilah akan terbentuk tumbuhan lumut hati yang baru (Jati,2000).
Perkembangbiakan lumut hati dilakukan secara seksual dan aseksual.Secara seksual dengan membentuk anteridium dan arkegonium.Secara aseksual, lumut hati melakukan reproduksi dengan sel yang strukturnya menyerupai mangkuk berisi kumpulan tunas di permukaan gametofit. Struktur ini disebut gemmae cup (Ferdinant,2008).
Gemmae dinbentuk di dalam kupula (mangkuk).Kupula tumbuh dari sebuah sel yang berada di belakang titik tumbuh. Gemmae berkembang dari sebuah sel  yang mendasari kupula. Gemmae yang telah dewasa berbentuk seperti lensa pipih yang tersusun dari banyak sel. Pada bidang tengah terdapat takikan dimana terletak titik tumbuh.Gemmae menempel pada dasar kupula dengan perantara tangkai pendek. Sebagian besar sel penyusun ggemmae berwarna hijau , juga ditemukan sel-sel yang mengandung minyak (sel minyak). Selain itu pada permukaa terdapat bebrapa sel yang tidak berwarna yang disebut rhizoid. Pada dasar kupula , berselangseling dengan gemmae , tumbuh rambut mucilage yang berperan dalam pelepasan gemmae. Jika lingkungan basah , sel mucilage akan menyerap air sehingga mengembang dan mendesak gemmae yang ada disebelahnya sehingga terlepas dari dasar kupula  lantas terbawa oleh aliran air. Jika jatuh di tempat yang cocok , sel-sel rhizoid pada gemmae akan membentuk rhizoid. Dari kedua titik tumbuh yang terdapat pada takik akan tumbuh talus baru dengan arah tumbuh yang berlawanan. Jadi dari sebuah gemmae akan tumbuh dua talus baru (Sulisetjono,2012).
Reproduksi seksual terjadi seklali selama usia pertumbuhan , yaitu pada saat kelembapan cukup tinggi , siang hari lebih panjang dibandingkan dengan malam hari dan kandungan nitrogen pada substrat dalam keadaan rendah (Sulisetjono,2012)
Anteridium dewasa berbentuk ovoid , menempel di dasar ruang anteridium dengan perantaraan tangkai yang tersusun dari beberapa sel. Bagian terluar adalah sel-sel dinding anteridium yang membungkus sel-sel induk androsit yang mengisi anteridium. Sel induk androsit membelah membentuk sel androsit.Yang terakhir ini mengalami metamorfosis menjadi spermatozoa yang memiliki 2 flagel.Pelepasan spermatozoa terjadi jika keadaan cukup air. Air yang masuk kedalam anteridium melalui ostiole akan diserap oleh sel-sel dinding anteridium bagian atas. Sel-sel tersebut mengembang dan akhirnya pecah. Terbentuk lubang untuk keluarnya spermatozoa (Sulisetjono,2012).
Generasi sporofit dimulai dari telur yang sudah dibuahi, kemudian tangkai dasar bunga bertambah panjang.Zigot membagi-bagi diri secara berulang-ulang membentuk janin yang multiselular di dalam arkegonium, yang membesar dengan pertumbuhan janin.Selama perkembangan janin, kelubung yang berbentuk tabung tumbuh dari dasar setiap arkegonium dan mengelilingi janinnya. Sehelai jaringan juga tumbuh arah ke bawah pada setiap sisi barisan arkegonium (Hambali,2010).
Permukaan atas talus mempunyai lapisan kutikula, oleh sebab itu hampir tak mungkin dilalui oleh air.Jika dilihat dari atas, talus itu kelihatan berpetak-petak. Dibawah tiap-tiap petak didalam talus terdapat suatu ruangan udara, dan ditengah petak terdapat suatu liang udara yang menghubungkan ruangan udara dengan dunia luar. Liang udara itu berbentuk seperti tong, dan mempunyai dinding yang lebih tinggih talus untuk mencegah masuknya air. Dinding liang itu terdapat dari  empat cincin, masing-masing cincin terdiri dari empat sel. Pada marga tertentu sel-sel cincin yang paling dalam, dapat memperlihatkan gerakan menutup. Pada dasar udara terdapat sel-sel yang mengandung kloroplas dan merupakan jaringan asimilasi.Sel-sel lainnya, bahkan sel-sel epidermis pum mempunyai klorofil, tetepi tidak seberapa. Bagi dunia tumbuhan hal itu merupakan perkecualian, karena biasanya gametofit tidak mempunyai aparat asimilasi yang sedemikian sempurnanya (Jati,2000).
Beberapa species Marchantia antara lain :M. Palmata , mempunyai ciri khas adanya garis hitam pada bagian tengah permukaan dorsal talus. M. Nepalensis tidak memilki garis hitam pada bagian tengah permukaan dorsal talus , lobus talus pendek dan lebar. M. Polymorpha talus besar , lebar dan pipih (Sulisetjono ,2012 ).





























3.3.2.      Lumut Daun (Polytrichum sp.)
Gambar Pengamatan
Gambar Literatur

SAM_2594.JPG

polytrichum_plant.jpg
(Wolf, 2009)

  1. Klasifikasi
Klasifikasi Lumut Daun  (Polytricum sp.)menurutSulisetjono (2012)yaitu:
Kingdom         : Plantae
Divisi   : Bryophyta
Class    : Bryopsida
Ordo    : Polytrichales
Family : Polytrichaceae
                                          Genus  : Polytrichum
Species :Polytrichum sp
  1. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dlakukan pada spesies Polytricum sp didapatkan hasil bahwasanya Polytrichum memiliki bagian tubuh yang menyerupai daun yang disebut dengan filoida , bagian yang menyerupai batang yang disebut dengan kauloida dan yang menyerupai akar yang disebut dengan rhizoid. Polytrichum juga memiliki kapsul  pada ujung kauloida yang berisi sel sperma.
Menurut Sulisetjono (2012) , filoida memiliki dua bagian utama yaitu lamina (sayap) dan rusuk. Lamina tersusun atas selapis sel-sel hialin.Lapisan epidermis bawah berkembang baik.Rusuk tersusun dari sel-sel parenkim yang besar dan berdinding tipis.Di atasnya terdiri dari sel-sel yang dari padanya muncul atau tumbuh lamela, yaitu deretan sel yang berkloroplas tegak ke atas.Diantar lamela-lamela terdapat ruang sempit yang berfungsi sebagai saluran air. Sel lamela yang paling ujung berukuran lebih besar dan tidak mengandung  kloroplas. Lamela berfungsi untuk fotosintesis.
Rhizoid terdapat pada dasar sumbu tegak dan pada rhizoma.Fungsinya untuk menempel pada substrat dan untuk menyerap air.Rhizoid lebih banyak tumbuh pada rhizoma dan strukturnya saling menjalin seperti sumbu kompor minyak. Rhizoid panjang  multiseluler dan bercabang. Sel-selnya panjang dan dinding selnya miring. Dengan struktur seperti sumbu kompor minyak , rhizoid mampu menyerap air lebih banyak sehingga dapat mencegah kekeringan (Sulisetjono,2012).
Menurut Sulisetjono (2012), sumbu (kauloid) ada dua macam :
1)   Rhizoma  yaitu sumbu yang tumbuh horisontal di bawah permukaan tanah. Pada rhizoma terdapat banyak seklai rhizoid (akar). Pada rhizoma juga tumbuh filoida berukuran kecil , berwarna coklat atau tidak berwarna.
2)   Sumbu yang tumbuh tegak ke atas ( leafy shoot ). Sumbu tegak ini tumbuh dari rhizoma. Pada Polytrichum commune mencapai tinggi 25-30 cm. Pada umumnya sumbu tegak tidak bercabang , jika bercabang , cabang muncul dari sel primordial (sel initial / bakal) cabang yang terdapat dibagian bawah daun yang masih muda. Sel primordial  baik pada rhizoma maupun sumbu tegak selalu terdapat pada interval daun ke12. Pada dasarnya (normalnya) sel primordial dalam keadaan dorman (tidur) dan hanya aktif (membentuk cabang) bila sumbu tegak patah atau terpotong.
Pada musci, kapsul spora memiliki kolumela yang terletak di tengah dan dikelilingi oleh ruang yang berisi spora. Pada sporogonium muda , ruang spora diselimuti oleh jaringan asimilasi dan dibatasi oleh epidermis dari udara luar. Kolumela inilah yang berfungsi sebagai pemberi makanan dan penyimpan air bagi spora yang baru terbentuk.Di bawah kapsul spora terdapt mulut kulit.Susunan kapsul yang telah masak sangat khusus.Hal ini ditandai dengan mudahnya kapsul pecah sehingga spora terhambur keluar. Dengan bantuan seta , kapsul dapat terangkat sehingga spora yan terhambur mudah tertiup angin. Perkembangan emrio lebih cepat dari perkembangan dinding sel arkegonium sehingga embrio bertambah panjang dan menyebabkan robeknya dinding arkegonium. Bagian atas yang tetap menyelubungi kapsul spora dinamakan kalipra dan bagian bawahnya sebagai sarung pada pangkal seta yang disebut vaginula (Nathania , 2010).
Hasil pengamatan pada Polytrichum ini , juga terdapat kapsul yang terdiri dari kalipra yang merupakan bagian tutup atau penutup kapsul. Di dalamnya terdpat gigi peristum  (tempat keluarnya spora), kotak spora atau sporangium , dan apofisis yang merupakan pangkal antar kapsul dengan seta.
Saat sporofit masih muda , kapsulnya dilindungi oleh kalipra. Kalipra akan lepas saat kapsul menjadi masak dan mengandung spora. Ujung kapsul yang masak ditutupi oleh penutup (operkulum). Operkulum akan terlepas saat jaringan yang melingkar di tepi operkulum pecah. Saat operkulus pecah , spora tidak langsung tersebar karena adanya gigi peristom pada bagian sporangium yang sebelumnya tertutup operkulu. Spora baru terlepas jika udara kering untuk kemudian disebarkan oleh angin (Aryulina , 2007).
Reproduksi aseksual pada tumbuhan lumut dapat dilakukan dengan membentuk kuncup , penyebaran spora atau dengan fragmentasi. Reproduksi seksual dilakukan dengan cara peleburan spermatozoid dan ovum (pembuahan). Pembuahan hanya dapat berlangsung dalam air , baik air hujan , air mengalir atau dalam bentuk lapisan embun. Lumut mengalami pergiliran keturunan. Generasi gametofit lebih dominan atau lebih berumur lebih panjang daripada generasi sporofit (Indrawan , 2009).
Gametofit betina dari arkegonium akan menghasilkan satu sel telur dan gametofit jantan dari anteridium akan menghasilkan sperma berflagel. Sperma dengan berenang akan mencapai arkegonium dan terjadi fertilisasi embentuk zigot yang berkembang menjadi embrio. Embrio akan menjadi sporofit (Kaarmana , 2006).
Menurut Sulisetjono (2012) , fertilisasi mutlak memerlukan air. Prosesnya diawali dengan meleburnya sel-sel saluran leher dan saluran perut sehingga saluran leher dan saluran perut dari arkegonium berisi sitoplasma dari sel-sel yang telah melebur tersebut. Karena sitoplasma adalah koloid yang bersifat menyerap air maka terjadi penyerapan air yang selanjutnya kan menekan sel penutup arkegonium sehingga terbuka. Cairan sitoplasma keluar dan ini merupakan rangsangan kimiawi bagi sperma yang berada di sekitar arkegonium untuk masuk dan membuahi ovum.













BAB IV
PENUTUP
4.1.  Kesimpulan
Dari hasil pengamatan, di dapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1)      Jamur (fungi) merupakan salah satu jenis tumbuhan yang banyak dijumpai di alam, sehingga sejak dahulu jamur dijadikan sebagai bahan konsumsi utama. Dalam klasifikasi tumbuhan, kingdom fungi dibagi ke dalam empat filum yaitu Chytridiomycota, Ascomycota, Zygomycota dan Basidiomycota. Pada penelitian ini ditemukan beberapa spesies jamur, diantaranya: Ganoderma sp. atau jamur kayu, Pleurotus sp. atau jamur tiram, jamur supa kuping kelabu (Crepidotus autochthonus), Jamur Nasi Sikat (Hericium clathroides). Beberapa spesies tersebut masuk dalam filum basidiomycota.
2)        Lichen (lumut kerak) merupakan gabungan antara fungi dan alga sehingga secara morfologi dan fisiologi merupakan satu kesatuan. Lumut ini hidup secara epifit pada pohon-pohonan, di atas tanah terutama di daerah sekitar kutub utara, di atas batu cadas, di tepi pantai atau gunung-gunung yang tinggi. Berdasarkan bentuknya lichenes dibedakan atas empat bentuk :
a.    Crustose Lichenes yang memiliki thallus yang berukuran kecil, datar, tipis dan selalu melekat ke permukaan batu, kulit pohon atau di tanah. Jenis ini susah untuk mencabutnya tanpa merusak substratnya. Dalam penelitian kali ini ditemukan spesies lichen dengan jenis Graphis sp.
b.    Foliose. Lichen foliose memiliki struktur seperti daun yang tersusun oleh lobus-lobus. Thallusnya datar, lebar, banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Bagian permukaan atas dan bawah berbeda. Lichenes ini melekat pada batu, ranting dengan rhizines. Pada penelitian kali ini ditemukan lichen dengan jenis Parmelia sp.
c.    Fruticose. Thallusnya berupa semak dan memiliki banyak cabang dengan bentuk seperti pita. Thallus tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan atau cabang pohon. Tidak terdapat perbedaan antara permukaan atas dan bawah. Pada penelitian kali ini ditemukan lichen dengan jenis Usnea barbata.
3)        Lumut merupakan Lumut merupakan kelompok tumbuhan kecil yang tumbuh menempel pada berbagai jenis substrat. Substrat yang umum dapat di tumbuhi lumut adalah pada pohon, kayu mati, kayu lapuk, serasah, tanah dan batuan dengan kondisi lingkungan lembab dan penyinaran yang cukup. klasifikasi  bryophyta  terdiri  atas tiga  kelas  yaitu:
a.       Anthocerotae/Anthocerotopsida  (Lumut  tanduk), 
b.      Hepaticae/ Hepaticopsida  (Lumut  hati), pada penelitian kali ditemukan lumut dengan jenis Marchantia sp.
c.       Musci/Bryopsida  (Lumut  sejati), pada penelitian kali ditemukan lumut dengan jenis Polytricum sp..

4.2.  Saran
Saran untuk kegiatan selanjutnya:
  1. Jadwal kegiatan dipastikan agar tidak maju atau mundur secara mendadak
  2. Kegiatan identifikasi dan pembuatan herbarium didampingi oleh asisten atau laboran agar tidak terjadi kesalahan serupa tahun depan.










DAFTAR PUSTAKA
Aime, M. C. (2001). Biosystematic Studies in Crepidotus and the Crepidotaceae . Virginia: Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University.
Aryulina,dyah.(2007). Biologi . Jakarta : ESIS
Birsyam, I. (1992). Botani Tumbuhan Rendah. Bandung: ITB.
Campbell, Neil A, dkk. (2004). Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta; Penerbit Erlangga
Dhancholia S, Bhatt JC, Pant SK. (1991). Studies of some Himalaya agarics.Acta Botanica Indica 19 (1) ISSN 0379-508X, 104–109.
Ferdinan.(2008). Praktis Ilmu Biologi. Jakarta : GMP
Guangzhou. (2012). Rumah Sakit Modern Cancer Hospital Guangzhou. Retrieved desember 5, 2012, from http://www.asiancancer.com/indonesian/cancer-healthcare/cancer-diet-therapy/998.html
Hambali.(2010). Mengungkap rahasia alam. Jakarta : Erlangga
Hendritomo, Isnawan Hengky. (2010). Jamur Konsumsi Khasiat Obat. Yogyakarta; Penerbit ANDI
Herliyana, E. N. (2007). POTENSI LIGNINOLITIK JAMUR PELAPUK KAYU . Bogor: Pascasarjana IPB.
Indrawan.(2009). Biologi Sains . Yogyakarta : Yudistira     
Jati,wijaya.(2000). Biologi Interaktif. Yogyakarta : Ganeca exact
Karmana,Oman.(2006).Biologi.Yogyakarta : Kusuma Pustaka
Kuo, M. (2003, Oktober).Retrieved from the MushroomExpert. Retrieved Desember 5, 2012, from http://www.mushroomexpert.com/hericium_coralloides.html
Muchroji.(1997). Jamur Tiram. Jakarta; Penerbit Penebar Swadaya
Mui D, Feibelman T, Bennett JW. (1998). A preliminary study of the carotenoids of some North American species of Cantharellus.International Journal of Plant Science 159 (2), 244–48.
Nathania.(2010).Keanekaragaman Bryophyta . Ssurabaya : unair
Parjimo dan Andoko, Agus .(2004). Jamur. Jakarta; Penerbit Penebar Swadaya
Parjimo dan Susanto, Budi.(2008). Budidaya Jamur. Jakarta; Penerbit Swadaya
Rahmat, Suryani dan Nurhidayat.(2011). Untung Besar dari Bisnis Jamur Tiram. Jakarta; Penerbit AgroMedia Pustaka
RH., P. (1979). Notes on cantharelloid fungi. X. Cantharellus confluens and C. lateritius, Craterellus odoratus and C. aureus. 32 (1–6): 198–208.
Suhono, B. (2012). Ensiklopedia Biologi Dunia Tumbuhan Runjung dan Jamur. Jakarta: PT Lentera Abadi.
Sulisetjono.(2012).Botani tumbuhan lumut.Malang:UIN
Tjitrosoepomo, Gembong. (2003). Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta; Penerbit UGM Press
Wolf, R. (2009). CalPhotos Photo Database. Retrieved Desember 6, 2012, from http://calphotos.berkeley.edu
Yurnaliza. (2002). LICHENES (KARAKTERISTIK, KLASIFIKASI DAN KEGUNAAN) .











LAMPIRAN
Pose dulu ya sebelum penelitian

Lichenes, foliose :Parmelia sp.

Lichenes, fruktikose: Usnea sp.
Let’s observe guys!
Kayu Lapuk, habitat jamur
Jamur Kayu
Subhanallah, jamur yang berjamur…

Lichen jenis crustose
Lichen, Foliose
Lichen, Fructicose
Jamur, unidentified
Spesies Jamur
Jamur
Lichen, crustose
Jamur Kayu
Jamur Tiram
Jamur
J
Jamur
Jamur tiram
Jamur
Jamur Kayu

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar